Part 1 *
Raffa
menendang batu – batu kerikil di kakinya. Kesal. Bayangan itu masih berada
dipikiran. Entah kenapa yang slalu muncul dan berada dimatanya hanya gadis itu,
Nanda. Padahal ia tau jika ia telah ditolak gadis yang selama ini jadi
saingannya di kelas.
“aaaaaahhh”,
ia kembali menendang kerikil di depannya. Masih terbayang dimatanya ketika
Nanda mengucapkan kata – kata penolakan untuknya.
“Maaf
fa, tapi aku pikir lebih baik kita berteman saja. Aku tak punya rasa lebih
terhadapmu…”
Awalnya
Raffa memang sedikit frustasi. Apalagi setelah kejadian itu, Nanda sedikit
menjaga jarak dengannya. Tapi itu sudah lama. Kejadian itu berada di 2 tahun
yang lalu. Seharusnya Raffa telah melupakannya. Tapi takdir berkata lain, gadis
manis itu malah kian sering hinggap dikepalanya.
Ia
menatap jalanan yang ramai. Lampu merah menyala. Ia segera bergabung dengan
orang – orang penyebrang jalan lainnya. Raffa berjalan cepat. Perasaannya kian
menyiksa dirinya. Huh untung saja ia tidak menabrak penyebrang lain yang
membawa tumpukan kardus. Nanar ia mengamati jalanan, sadar jika ia salah
mengambil jalan. Ia menggerutu.
Part 2**
Ting..ting..ting..
Lonceng SMA Anak Langit berbunyi nyaring. Raffa yang sedang asyik menikmati
kuliner siang di kantin vavoritnya, bergegas sebisa mungkin menuju kelas. Cepat
ia menghabiskan sisa makanan di mulutnya. Lari. Berharap tak ada Pak Jo, satu
satunya Guru yang mendapat julukan “the Killer man” disekolah itu. Hitungan
detik Raffa berlari, puluhan langkah yang dihasilkan, saat itu juga ia teringat
sesuatu. Ow! Buku Serial Vavoritnya tak bersamanya. Sekejap ia memutar badan.
Kembali. (note; aduh Raffa.. pake balik
lagi segala kau teh katanya takut sama pak jo. capedeh)
“hhh”
Meski terengah Raffa menarik nafas lega. “Aku beruntung”. Pikirnya. Dilihatnya
dari jarak agak kejauhan ternyata tak ada wujud Pak Jo sedang bertengger atau mondar
mandir di koridor lorong-lorong kelas. Syukurlah. Ia melanjutkan langkahnya
dengan santai.
Gemuruh
riuh rendah dan sorak sorai bising dari dalam kelas.